Pengikut

Minggu, 09 Maret 2014

Trip To Batam: Patung Dewi Kwan Im dan Jembatan Barelang



Kabut asap datang lagi. Baru bulan juni tahun lalu kabut kiriman dari pembakaran lahan menyelimuti hampir seluruh pulau Sumatera, bahkan menjalar ke Singapura dan Malaysia. Sampai-sampai presiden harus  meminta maaf pada pemerintah kedua negara itu karena “ekspor” asap bertahan lebih dari satu bulan.
Baru tujuh bulan dari kiriman kabut asap, pertengahan Februari ini “tsunami” asap kembali menutup langit pulau Sumatera. Gue heran kabut asap ini kok seperti lebaran. Datangnya dua kali setahun. Anehnya lagi pemberitaan di TV selalu menyebut “tsunami” asap yang  telah menjadi agenda tahunan itu dengan sebutan “bencana”. Bencana dari mana? Kalau banjir, gunung meletus atau gempa bolehlah disebut bencana karena datang secara alami diluar kehendak manusia. Nah, ini? Hutan itu dibakar! Dibakar oleh tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. “Tsunami” asap itu bukan bencana tapi keteledoran atau pembiaran dari pemerintah.
Udahlah, gue gak akan membahas tentang kabut asap tapi bercerita tentang pengalaman gue liburan ke Batam  Juni tahun lalu. Kebetulan  Batam sedang dilanda kabut asap waktu itu. Sebelum berangkat dari Padang sempat ketar-ketir juga. Takut-takut  pesawat  tidak bisa mendarat atau delay beberapa jam karena tebalnya kabut asap. Beberapa hari sebelum berangkat gue liat di TV  tentang  penundaan take off dan landing ulah kabut asap.
Alhamdulillah semuanya lancar. Gue berangkat dari Bandara International Minangkabau, Padang pukul 12.05   dan sampai di bandara Hang Nadim, batam pukul 13.10. Gue naik Citilink. Waktu itu harga tiketnya Rp. 362.000. Sekarang  sejak kenaikan tiket pesawat per 1 maret 2014, harga tiket Padang-Batam naik Rp. 48.000 dari harga dasar.

Sampai di Hang Nadim ketemu ama  teman trus kita langsung ke Harris Resort Hotel di kawasan Marina. Perjalanan lumayan jauh. Kira-kira satu jam karena hotel tempat kami menginap terletak di bagian barat pulau Batam  sedangkan bandara berada di sisi timur. Belum lagi harus memperhitungkan kemacetan di jalan. Tenang, macetnya Batam tak separah Jakarta. Biasanya macet  terjadi di persimpangan jalan atau  ketika lampu merah.

Sebenarnya hotelnya keren. Berada di di tepi pantai dan dekat dengan akses penyebrangan ke Singapura. Ada private beachnya dan kalau sore bisa liat sunset. Tapi itu tadi.. asap menutupi keindahannya.
Berada di hotel itu serasa berada di drama-drama Taiwan karena lebih banyak orang-orang Tionghoa yang menginap. Ada juga orang-orang India. Mungkin mereka orang singapura atau Malaysia yang  tengah berlibur di sini.

   Nie diambil dari kamar hotel di hari ketiga gue di Batam. 
Kabut asapnya dah mulai hilang

Btw dari Batam ada  lima pelabuhan feri internasional yang menghubungkan  Batam dan Singapura yaitu Batam Center, Batu Ampar, Nongsa, Waterfront City dan Sekupang. Dermaga feri yang dekat dengan hotel tempat gue menginap adalah Waterfront City. Sayangnya, perjalanan kali ini gue gak menjadwalkan pelesiran ke Singapura
Setelah beristirahat sebentar, kita dijemput mobil rental untuk  jalan-jalan sore keliling Batam. Berbekal hasil pencarian di internet, gue menelpon beberapa jasa penyewaan mobil dan membandingkan harga yang mereka tawarkan. Akhirnya setelah nego, dapat harga yang sesuai. Rp. 400.000 termasuk sopir dan BBM dari jam 4 sore sampai jam 12.00 malam.
Tujuan pertama ke KTM Resort. Bukan untuk pindah hotel tapi melihat patung Dewi kwan Im tertinggi di Indonesia. Tingginya 22.37 meter. Dibangun oleh pengusaha Singapura pemilik dari KTM resort. 

Awalnya patung  akan ditempatkan di atas Bukit menghadap laut. Namun,  ada pertentangan dari pemuka masyarakat Batam yang takut nantinya patung tersebut akan jadi  landmark Batam seperti patung Kristus di Brasil atau di Timor Leste, sedangkan sebagian besar penduduk Batam beragama Islam, maka patung tersebut ditempatkan di bawah bukit dengan tetap menghadap ke laut.
Disamping patung raksasa dewi yang terkenal welas asih dalam keyakinan Budha tersebut dibangun kuil/klenteng  tempat berdoa. Waktu gue kesana ada beberapa orang etnis Tionghoa sedang berdoa sambil membakar dupa. 

Di pagar klenteng terlihat patung-patung kecil yang menjadi lambang shio  berdasarkan tahun kelahiran. Sayangnya,  kabut asap menutup indahnya pantai di depan klenteng sehingga tidak banyak yang bisa difoto disini

Kami melanjutkan perjalanan ke  Jembatan Barelang. Awalnya  pengen mengunjungi  bekas camp pengungsi Vietnam di pulau Galang. Jalannya melewati jembatan Barelang juga. Tapi karena perjalanan kesana lumayan jauh dan hari telah sore jadi kami memutuskan cukup ke jembatan Barelang saja.
Jembatan ini adalah landmark Batam. Dibangun atas prakarsa mantan presiden Habibie ketika masih menjabat kepala otorita Batam. Barelang sendiri merupakan kependekan dari Batam Rempang dan Galang, yakni tiga pulau yang menghubungkannya. Jembatan itu terdiri atas enam jembatan yang dinamai dengan nama tokoh melayu Riau.  Keenam jembatan itu adalah
  1. Jembatan I Tengku Fisabillah, yang merupakan jembatan terbesar dan terpanjang yakni 642 meter yang menghubungkan pulau Batam dan Pulau Tonton
  2. Jembatan II Nara Singa menghubungkan Pulau Tonton dan Pulau Nipah
  3. Jembatan III Raja Ali Haji menghubungkan  Pulau Nipah dan Pulau Setokok
  4. Jembatan IV Sultan Zainal Abidin menghubungkan Pulau Setokok dan Pulau Rempang
  5. Jembatan V Tuanku Tambusai menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Galang
  6. Jembatan VI Raja Kecil menghubungkan Pulau galang dan Pulau Galang Baru  




Jembatan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi tetapi juga  wisata dan tempat kongkow-kongkow orang-orang Batam dikala  senja tiba. Terutama di jembatan 1.  Mirip seperti jembatan Siti Nurbaya di Padang.
Banyak orang  mengambil foto di pinggir jembatan yang disediakan untuk pejalan kaki ataupun di tengah jembatan. Iya, di tengah jembatan! Gak perlu panik. Jembatan ini terdiri atas dua jalur. Ditengahnya dipisahkan oleh  trotoar sempit yang sering digunakan sebagai tempat mengambil foto dengan latar belakang kontruksi jembatan. 

Ok, cukup sekian perjalan hari ini. Lanjut ke cerita perjalanan gue esok harinya ke pulau cinta di Batam. Emang ada? Ada lah…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar